Galeri‎ > ‎Dokumentasi‎ > ‎

Menag, Resmikan Empat Gedung dan Berikan "Pencerahan Akademik"

diposting pada tanggal 26 Des 2018, 22.13 oleh Ardianto Tola   [ diperbarui28 Des 2018, 00.07 ]
IAIN Manado - Pada Jumat  (21/12/2018) Menteri Agama Republik Indonesia, Lukman Hakim Saifuddin berkunjung ke
IAIN Manado dalam rangka peresmian 4 (empat) gedung yang telah selesai dibangun di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Manado,yakni gedung perpustakaan, gedung kuliah Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), gedung kuliah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), dan gedung pendidikan IAIN Manado. Keempat gedung tersebut dibangun tahun 2015 dan 2017 yang dibiayai pemerintah melalui Surat Berharga Syariah Negara ( SBSN).

Rektor IAIN Manado, Dr. Rukmina Gonibala, M.Si., dalam sambutannya menyampaikan terima kasih atas kehadiran Menteri Agama dan rombongan  di IAIN Manado. Gonibala yang merupakan rektor pertama IAIN Manado juga melaporkan kepada Menteri Agama tentang perkembangan IAIN Manado saat ini pasca alih status dari sekolah tinggi menjadi institut. Perkembangan-perkembangan yang dilaporkan mencakup kuantitas dan kualitas mahasiswa, dosen, dan pegawai; perkembangan jumlah program studi dan status akreditasinya; peningkatan jumlah sarana dan prasarana IAIN Manado; kerja sama kelembagaan yang telah dilakukan oleh IAIN Manado dengan berbagai lembaga perguruan tinggi dalam dan luar negeri, dan peningkatan kapasitas DIPA IAIN Manado dari tahun ke tahun. Selain itu, ia juga menyampaikan beberapa aganda pembagunan infrastruktur fisik dan nonfisik IAIN Manado ke depan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan masyarakat dalam pelayanan pendidikan yang bermutu sesuai standar pengelolaan pendidikan tinggi.

Kegiatan peresmian yang dipusatkan di pelataran depan gedung perpustakaan IAIN Manado itu juga ikut dihadiri oleh jajaran pejabat eselon I dan II antara lain, rektor Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Manado, Dr. Jeane Tulung, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Utara, Dr. Abdul Rasyid, M.Ag., Asisten Bidang Pemerintahan dan Kesra Setda Propinsi Sulawesi Utara, dan kepala Biro AUAK IAIN Manado, Drs. Suleman, M.Pd.

Dalam sambutannya, Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, mengingatkan bahwa gedung-gedung yang telah dibangun dan akan diresmikan penggunaannya ini agar dimanfaatkan sebaiknya-baiknya oleh seluruh civitas akademik IAIN Manado. "Gedung-gedung yang ada ini agar diberikan 'ruh', diberikan 'nyawa' pada bangunan itu karena itu benda mati. Jadi, nilai kemanfaatan gedung-gedung baru itu sangat tergantung pada bagaimana kita memberikan 'ruh', 'nyawa' sehingga bangunan-bangunan itu hidup dengan berbagai macam aktivitas dan program yang dilakukan. Dengan begitu gedung-gedung yang ada itu betul-betul mengembangkan kemaslahatan bagi sebanyak mungkin kalangan, masyarakat", ujar Saifuddin.

PTKI Emban Tugas Pendidikan Moderasi Beragama
Menag RI, Lukman Hakim Saifuddin, dalam sambutannya juga menyampaikan harapannya terhadap peran perguruan tinggi keagamaan Islam.
Dikemukakan bahwa dalam konteks pendidikan Islam di Indonesia ada dua lembaga pendidikan, yaitu pondok pesantren dan madrasah. Jika pondok pesantren dan madrasah itu adalah pendidikan dasar dan menengah, maka diperlukan perguruan tinggi (pendidikan tinggi) dan itu adalah perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKIN) yakni STAIN, IAIN, dan UIN. Perguruan tinggi keagamaan Islam ini merupakan terminal akhir pendidikan keagamaan Islam. Perguruan tinggi Islam ini memiliki kompetensi tertinggi yang paling memiliki otoritas dalam menjelaskan cara beragama, cara ber-Islam untuk menjelaskan apa esensi dan substansi ajaran Islam itu. Menurut Saifuddin, civitas akademik perguruan tinggi keagamaan Islam ini yang paling otoritatif dari sisi keilmuan. Oleh karenanya, ia berharap bahwa seluruh civitas akademik (STAIN, IAIN, dan UIN) dapat hadir di tengah-tengah masyarakat untuk menebarkan, untuk mencerahkan wawasan pengetahuan sekaligus bentuk-bentuk pengamalan agama. "Hal inilah yang menjadi dasar Kementerian Agama mengusung slogan "Moderasi Beragama", jadi bukan moderasi agama karena agama pada dasarnya adalah moderat sebagai lawan kata ekstrim. Ekstrim itu berlebihan, sedangkan moderat dalam konteks Islam adalah wasathiah", ungkap Saifuddin.

Mengapa moderasi beragama karena menurut Menag RI itu, meskipun agama itu sendiri pastilah moderat, namun cara memahami agama dapat berimplikasi pada cara mengamalkan ajaran-ajaran agama yang boleh jadi terjerembab, terjerumus, terporosot pada ekstrimitas. Dijelaskannya bahwa fakta menunjukkan ada pemahaman dan perilaku pengamalan yang berlebih-lebihan. Dalam memahami teks agama, ada dua kutub ekstrim. Pertama, kelompok yang sangat berlebih-lebihan bertumpu pada teks itu sendiri sehingga tidak mau melihat konteks. Jadi, pemahaman banyak bertumpu pada teks dan tidak melihat konteks, tidak melihat asbabun nuzul-nya. Kelompok ini terlalu mendewakan teks. Dan, kedua, kelompok yang terlalu mendewakan akal pikiran. Jadi, kalau kelompok pertama terlalu konservatif, sedangkan kelompok kedua terlalu liberal. Bahkan, cara pemahaman kelompok ekstrim yang kedua ini terlalu bebas, tanpa batas, dan terkesan tercerabut dari teks itu sendiri dalam memahami ajaran agama. Itulah sebabnya diperlukan moderasi beragama untuk mengajak dua kutub ekstrim itu untuk kembali ke tengah, untuk menjadi moderat. Karena dua pendekatan ini sama-sama diperlukan dan bukan untuk saling dibenturkan. Keduanya adalah sama-sama merupakan khasanah pemikiran Islam dalam tradisi keilmuan Islam. Jadi, tidaklah tepat untuk saling dibenturkan satu sama lain, bukan untuk saling menyalahkan satu dengan yang lain. Dua-duanya diperlukan untuk saling disinergikan dalam rangka memperoleh pemahaman yang terbaik dalam menerjemahkan atau menafsirkan teks agama.

Menag RI juga berpesan kepada seluruh civitas akademik, dosen dan mahasiswa, yang memiliki kompetensi di bidang keagamaan ini, memiliki tanggung jawab dan peran strategis untuk mencerahkan umat, dan bukan untuk menjadi bagian yang turut membenturkan satu dengan yang lain. "Jelaskan dengan baik kepada umat, kepada masyarakat, mengapa perbedaan itu ada. Kita tidak dalam posisi untuk menyalahkan yang satu dan membenarkan yang lain", tegasnya.

Apa yang Dapat Direfleksikan?
Dalam sambutan Menag RI, Lukman Hakim Saifuddin, pada acara peresmian gedung baru di IAIN Manado yang lebih layak disebut "pencerahan
akademik" itu, setidaknya dua poin penting yang patut menjadi perhatian seluruh civitas akademik IAIN Manado. Pertama, PTKIN merupakan terminal terakhir dari sistem pendidikan Islam Indonesia yang secara keilmuan memiliki otoritas tinggi dalam pemahaman dan pengamalan keislaman. Karena itu, seluruh civitas akadamik kampus memiliki tanggung jawab untuk memahami, mengamalkan sekaligus memberikan pemahaman Islam yang mencerahkan bagi masyarakat, bukan memperkeruhnya.

Kedua, bangunan-bangunan di kampus merupakan benda mati yang kemegahannya tidak berarti jika tanpa "ruh" di dalamnya. Tugas seluruh civitas kampus untuk memberikan "ruh" bangunan megah itu dengan memanfaatkannya sebagai sarana untuk beragam aktivitas yang dapat menunjang pengembangan kualitas intelektual dan pemahaman keislaman bagi seluruh civitas akademik agar memiliki maslahat yang sebesar-besarnya bagi umat, bagi masyarakat.

Dari dua poin di atas tampak bahwa tanggung jawab yang melekat pada IAIN Manado sebagai bagian dari PTKIN di Indonesia ternyata tidak ringan. Untuk mengemban amanat itu, sudah barang tentu harus direspon dengan penguatan progam peningkatan kualitas pemahaman keislaman dan intelektual civitas akademik. IAIN Manado dengan beragam aktivitas yang dilakukannya harus dapat mendukung terciptanya civitas akademik yang benar-benar memiliki otoritas pemahaman keislaman yang siap mencerahkan masyarakat. Berbagai kebijakan program kampus ke depan juga harus sudah diorientasikan pada penguatan aktivitas yang bisa menjadi "ruh" dalam menunjang peningkatan kualitas intelektual-akademik. ###

(Laporan: A. Tola & Rusdianto}
Comments